Senin, 11 Februari 2013

Peran Manajemen dan Organisasi Sekolah Kejuruan dalm Pembentukan Seklolah berwawasan Global




Peran
Manajemen dan Organisasi Sekolah Kejuruan
Dalam Pembentukan Sekolah berwawasan Global
Oleh . Budi Sutrisno


Pendahuluan
Globalisasi merupakan proses di mana masyarakat dunia menjadi semakin terhubung ( interconnected ) satu sama lain dalam berbagai aspek kehidupan. Sejalan dengan globalisasi ini lahir new economy, yaitu ekonomi berdasarkan ilmu pengetahuan (EBI), seperti AFLA, AFTA, APEC dan berbagai Multinational Corporation, serta Industri Sunset ( yang dikembangkan oleh Indonesia dalam bentuk Pelayanan). Perkembangan new economy ini menuntut perubahan-perubahan baik di dalam sistem manajemen dan organisasi maupun di dalam tingkah laku para pelaku ekonomi. Ditunjang oleh teknologi informasi dan komunikasi (TIK), maka lalu lintas new economy menunjukkan wajah yang menuntut kualitas manusia tertentu di dalam pelaksanaannya.

Kualitas manusia seperti apakah yang diperlukan untuk dapat ikut serta di dalam mainstream new economy tersebut ? Menurut Becker (1993:19) kualitas manusia tersebut berkaitan dengan (1) kreativitas, (2) produktivitas, dan (3) kompetitif. Ketiga kualitas manusia ini merupakan satu kesatuan, yang dapat diciptakan melalui pergeseran sistem pendidikan terutama kejuruan menuju sistem pembinaan yang mengerti dan dapat memanfaatkan TIK di dalam pengembangan peserta didik.
Sistem pembinaan dalam pendidikan kejuruan yang mengerti dan dapat memanfaatkan TIK memerlukan generasi muda atau thenet-generation (n-gen) dengan sikap yang berlainan dengan sikap generasi tua. Berbagai sikap n-gen berdasarkan penelitian Don Tapscott (Tilaar, 2002:124-128) adalah (1) kecenderungan untuk berpikir bebas, (2) keterbukaan emosional dan intelektual, (3) budaya inklusivisme, (4) kebebasan untuk menyatakan sesuatu, (5) budaya inovasi, (6) budaya kematangan, (7) budaya untuk menyelidiki, (8) kekinian, (9) kepekaan terhadap pengaruh interes korporasi, dan  (10) kebudayaan otentik.

Budaya baru dari n-gen ini merupakan suatu budaya global yang tidak terikat oleh pengaruh-pengaruh atau kepentingan pihak lain. Informasi yang terbuka menyebabkan n-gen mempunyai akses untuk berpikir bebas, membuka diri sehingga matang secara emosional dan intelektual. Budaya generasi baru n-gen tentunya memerlukan suatu sekolah kejuruan yang berwawasan global, di mana belajar dan pembelajarannya berbeda, yaitu belum diterapkan pada generasi sebelumnya. Sekolah kejuruan berwawasan global ini bertujuan untuk mempersiapkan tenaga terdidik dan trampil pada kelas menengah dan profesional dengan meningkatkan kompetensi individu dalam memahami masyarakatnya dalam kaitan dengan kehidupan masyarakat dunia.


Beberapa Agenda Pengembangan Sekolah Kejuruan
Pengembangan sekolah kejuruan memiliki arti yang sangat luas, tidak hanya terbatas pada masalah manajemen dan organisasi, melainkan merupakan proses yang berkelanjutan. Dalam hal ini, sekolah kejuruan diharapkan mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan pribadi peserta didik, dan menjadi sebuah lembaga sosial yang organik, demokratik, serta inovatif.
Pengembangan sekolah kejuruan berwawasan global, diperlukan adanya syarat dasar, yaitu sikap positif terhadap pembaharuan untuk semua komponen dan adanya sumber daya yang diperlukan untuk pembaharuan, serta pelaksanaannya mengacu pada tiga pilar sistem pendidikan yang baik.  Tiga pilar sistem pendidikan yang baik tersebut berkaitan dengan (1) akses, (2) kualitas, dan (3) dukungan (World Bank, 2000)
Pengembangan  sekolah pada gambar 1.a.  di atas, berlaku untuk semua jenjang pendidikan yang ada.  Khusus bagi Pendidikan Kejuruan yang bermutu total, Arcaro (1995:10 ) menyatakan adanya lima (5) pilar utama sebagai penyangganya, tetapi dalam hal ini perlu dimodifikasi menjadi enam (6) pilar dengan satu tambahan pilar Intensitas. Pilar itu meliputi: Fokus pada pelanggan ( Internal & Eksternal ), yang berbasis pada misi dan visi; Keterlibatan Total dan Pengukuran, yang berbasis pada keyakinan dan nilai-nilai; Komitmen yang Konsisten, Perbaikan Berkelanjutan, dan Intensitas Organisasi, yang berbasis pada Tujuan dan Sasaran serta Faktor Kritis Sukses.

         Sebagaimana suatu bangunan, kekuatan bangunan sekolah bermutu total, yang  paling utama bukan pada kelengkapan pilarnya, melalinkan  pada fondasi yang menjadi dasar. Dengan demikian membangun sekolah kejuruan bermutu total, harus diawali dengan menanamkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya seperti: visi & misi yang berorientasi pada kualitas, keyakinan dan nilai-nilia organisasi, dan tujuan & sasaran serta faktor kritis keberhasilan.
Hubungannya dengan pengembangan sekolah, Mulyasa (2002:146-149) menekankan prioritas yang perlu diperhatikan yaitu: (1) pengelolaan sekolah, (2) pemberdayaan guru, (3) pembaharuan cara belajar, dan (4) penambahan dana pendidikan di tingkat sekolah.
1. Pengelolaan sekolah; di sini para pelaksana pendidikan bekerja sama dengan sektor-sektor lain di masyarakat yang telah menjalankan usaha sesuai dengan perkembangan TIK dan kebutuhan masyarakat. Pengelolaan sekolah harus (1) menumbuhkan komitmen untuk mandiri, (2) mengutamakan kepuasaan pelanggan, (3) menumbuhkan sikap responsif dan antisifatif terhadap kebutuhan, (4) menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (5) menumbuhkan budaya mutu di lingkungan sekolah, (6) menumbuhkan harapan prestasi yang tinggi, (7) menumbuhkan kemauan untuk berubah, (8) mengembangkan komunikasi yang baik, (9) mewujudkan team work yang kompak, cerdas, dan dinamis, (10) melaksanakan transparansi manajemen, (11) menetapkan secara jelas serta mewujudkan visi dan misi sekolah, (12) melaksanakan pengelolaan tenaga kependidikan secara efektif, (13) meningkatkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat, dan (14) menetapkan kerangka akuntabilitas yang kuat (Depdiknas, 2002).  Kaitannya dengan pengembangan sekolah kejuruan yang berwawasan global, penerapan Roda Implementasi Manajemen Mutu Total mutlak diperlukan  ( Arcaro, 1995: 72;  Sallis, 1993: 130 ).  Penerapan itu dilaksanakan secara sistematis. 
2. Pemberdayaan guru dapat dilakukan melalui pengembangan karier yang ditangani secara baik, berkesinambungan dan terpadu, serta memperbaiki sistem penggajian yang lebih layak. Dalam pengembangan karier guru ada baiknya memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja.

         3. Pembaharuan cara belajar difokuskan untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif, dan menerapkan sistem evaluasi yang efektif dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Pembelajaran efektif ditandai oleh sifatnya yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik secara aktif. Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan (aspek kognitif)  peserta didik, tetapi yang terpenting adalah memanfaatkan hasilnya untuk memperbaiki proses pembelajaran. Sedangkan pembaharuan cara belajar ini ada baiknya memperhatikan konsep kompetensi individu.
        4 . Penambahan dana pendidikan di tingkat sekolah bukan dilakukan dengan penambahan beban biaya yang harus dipikul peserta didik, tetapi ada baiknya digali dari lingkungan sekolah, masyarakat, dan pemerintah kota/kabupaten di mana sekolah tersebut berada, melalui dewan pendidikan maupun komite sekolah. Pemberdayaan lingkungan sekolah dapat diorientasikan pada pengintegrasian komponen kekuatan usaha yang berkolaborasi dengan dunia usaha di bidanag pertanian, perdagangan, industri, dan atau jasa perbankan, seperti Sertifikasi Internasional bagi lulusan SMK; Sekolah bertaraf  Internasional; Praktek Industri bagi siswa; Pemagangan dan serapan lulusan; dan pembentukan sekolah outlet; yang mana bidang usaha ini merupakan bidang garap sekolah kejuruan yang bersangkutan. Dari usaha-usaha tersebut diharapkan sekolah menjadi komprehensif dan penambahan dana pendidikan ditingkat sekolah dapat diupayakan, di samping juga lebih kompetitif.


Masyarakat di lingkungan sekolah diberdayakan dengan menumbuhkan komitmen untuk membangun kesepahaman dan saling pengertian dalam mengelola sekolah dengan memacu motivasi dan kesadaran memajukan mutu sekolah. Dewan pendidikan berkoordinasi dengan pemerintah kota/kabupaten melalui dinas pendidikan dan komisi E-DPRD untuk penggalian tambahan dana pendidikan di tingkat sekolah. Sebagai alternatif penggalian dana tersebut dapat diambilkan dari sebagian (1) pajak penjualan, (2) pajak pendapatan,  (3) retribusi parkir, pedagang kaki lima, dan yang lainnya, dan (4) pajak-pajak lain yang signifikan dapat dialokasikan. Wacana ini perlu pembicaraan lebih lanjut dan dibutuhkan peraturan-peraturan yang mantap.
Perencanaan Pengembangan Sekolah
Dalam menuju era globalisasi, sistem pendidikan kejuruan perlu pengembangan dengan tekanan menciptakan sistem pendidikan yang komprehensif dan fleksibel, tetapi berorientasi pada pelanggan. Hal ini diharapkan para lulusannya dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global demokratis. Untuk itu, pengembangan sekolah harus dirancang sedemikian rupa memungkinkan para peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana penuh kebebasan, kebersamaan dan tanggung jawab.
Makmun (2000) secara umum menyebut langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pengembangan sekolah adalah (1) merumuskan masalah (mengidentifikasi masalah dan menganalisis kebutuhan), (2) merumuskan dan menganalisis tujuan, (3) menentukan persyaratan untuk mencapai tujuan (mengembangkan alternatif kegiatan), (4) mengidentifikasi faktor-faktor penunjang dan penghambat, (5) memilih dan menentukan strategi yang akan dilaksanakan, (6) melaksanakan strategi yang dipilih, termasuk manajemen dan kontrol terhadap strategi tersebut, (7) menilai efektivitas pengembangan, dan (8) menyempurnakan perencanaan.
Langkah-langkah perencanaan tersebut (Yuniarsih, 1997), dalam proses difusi pengembangan sekolah (Sumarto, 2002), perlu memperhatikan juga pemetaan permasalahan sistem manajemen mutu dan lingkungan stratejik sekolah.  Khususnya menyangkut penetapan Policy dan Strategi dalam komponen proses, untuk mewujudkan sekolah kejuruan yang berwawasan global dapat diupayakan adanya: jaringan kerja sama atau kemitraan yang bertaraf internasional (International Networking ) maupun nasional antara lembaga sekolah kejuruan dengan beberapa perusahaan atau lembaga pendidikan internasional/nasional. Untuk jaringan kemitraan internasional, dapat diawali melalui kontak bantuan dengan Kedutan RI di negara lain maupun lewat pengusaha eksporter dan atau importer di Indonesia. Tujuan kemitraan ini antara lain :
a) memberi jaminan kepada lulusan untuk dapat bekerja di DU/DI baik dalam maupun luar megeri,
b) diperoleh masukan tentang karakteristik kompetensi terbaru yang dipersyaratkan oleh DU/DI, dan
c) kemungkinan terwujudnya tenaga ahli maupun mesin-mesin /peralatan industri terbaru yang sangat bermanfaat bagi siswa maupun  guru.


Selanjutnya, untuk komponen Inverionmental In-put yang menyangkut  Komponen Organisasi Profesi, perlu diciptakan:


a) organisasi non-formal / formal Alumni, yang kegiatannya tidak sekedar temu-kangen, melainkan pada upaya penjaringan kesempatan produktif tentang kemungkinan adanya informasi yang berhubungan dengan upaya kemajuan mutu sekolah mapun kesempatan kerja  serta kemungkinan adanya profil dan karakteristik lulusan sekolah kejuruan yang dipersyatakan oleh DU/DI.  
b) Organisasi antar guru dalam bidang studi / ketrampilan tertentu, untuk melakukan pengembangan yang menerus di bidangnya yang relevan dengan kebutuhan kemajuan ilmu & teknologi.


Mengenai Komponen Dunia Kerja, harus diupayakan:


a)  penggalangan kemitran dengan DU/DI  baik bertaraf nasional maupun internasional,
b) terciptanya pemilikan sertifikat kompetensi para lulusan dari lembaga DU/DI maupun dari lembaga independen yang legal,
c)  adanya Jaminan Serapan lulusan oleh DU/DI, dan
d) penelusuran kompetensi kerja terbaru dalam DU/DI guna menghilangkan atau paling tidak mengurangi adanya kesenjangan antara sekolah dan dunia kerja.


Model Sekolah Sebagai Mini Society


Model sekolah sebagai mini society direpresentasikan oleh watak para penggunanya, yaitu para pengelola sekolah. Dalam anatomi yang disederhanakan, model sekolah sebagai mini society dapat dikelompokkan dalam tiga level pokok sesuai fungsinya, yaitu sebagai berikut :
“1)       Level Kelas (regulator) merefleksikan karakter pembelajaran di kelas, yang banyak dipengaruhi oleh “aturan main” atau regulasi yang dianut dan diciptakan oleh guru. Level ini mencakup suasana psikologis kelas yang nyaman, iklim pembelajaran yang kondusif (menarik), motivasi dan gairah belajar peserta didik yang tinggi.
 2)        Level Mediator (profesi) merupakan representasi dari karakter-karakter profesional para pengelola sekolah, yaitu kepala sekolah, guru, dan tenaga administratif sekolah. Level ini mencakup karakter kepemimpinan kepala sekolah dan sifat-sifat individual pengelola sekolah, seperti dedikasi, motivasi, kompetensi, kreativitas, dan kolaborasi.
3)         Level Sekolah (manajemen) merupakan representasi dari karakter kolektif warga sekolah secara keseluruhan, atau iklim sekolah. Level ini banyak dipengaruhi oleh kepemimpinan dan manajerial kepala sekolah. Level ini mencakup berbagai iklim sekolah seperti budaya mutu, budaya progresif, demokratis, partisipasi warga, aman dan tertib, kejelasan visi dan misi, serta caring and sharing”. (Depdiknas, 2002).
Karakter profesi merupakan penentu masyarakat mini sekolah, yang menentukan karakter kedua level lainnya. Dalam gambar di atas dicontohkan, jika suatu sekolah memiliki guru-guru yang kolaboratif, maka mereka akan menciptakan suasana pembelajaran di kelas yang menarik. Jika kepala sekolah, guru dan stafnya kolaboratif, maka mereka akan menciptakan iklim sekolah yang demokratik. Demikian juga, jika guru-gurunya berpikiran maju, maka ia akan menumbuhkan motivasi berkemajuan dan menumbuhkan budaya maju (culture of progress) di sekolah.


Proses pendidikan kejuruan merupakan interaksi dari ketiga level tersebut. Karakteristik profesi- terutama kepala sekolah dan guru adalah penggerak utamanya. Ia adalah main engine dari maju mundurnya kehidupan sekolah, cepat-lambatnya putaran roda kehidupan sekolah, mulus-kisruhnya perjalanan kehidupan sekolah, dan sampai-tidaknya sekolah mencapai tujuannya.



Penutup


Kesadaran bahwa pendidikan kejuruan harus senantiasa tanggap terhadap kemajuan, telah mendorong para ahli dan pengambil keputusan di bidang pendidikan untuk terus menerus mengadakan pembaharuan. Pembaharuan ini akan menuntut adanya paradigma baru dalam dunia pendidikan, yaitu adanya pandangan holistik. Pandangan ini berarti pendidikan akan menekankan pada pendekatan yang menyeluruh dan bersifat global. Pandangan holistik ini akan menimbulkan dua pembaharuan di dalam dunia pendidikan pada jalur sekolah, yaitu (1) bahwa pendidikan akan menekankan pada peserta didik “berpikir secara global dan bertindak serta bersifat lokal, dan (2) pembaharuan bermakna efisiensi, yaitu tidak semata-mata bermakna ekonomis, tetapi meliputi pula keharmonisan dengan lingkungan, solidaritas dan kebaikan untuk semuanya.
       Berdasarkan paradigma baru tersebut, maka tuntutan kualifikasi hasil pendidikan juga akan berubah. Pendidikan Kejuruan dituntut untuk menekankan pengembangan kemampuan tertentu pada diri peserta didik, yaitu antara lain :


(1) kemampuan untuk mendekati permasalahan secara global dengan  pendekatan multidisipliner, dan berorientasi kepada ketrampilan kerja, (2) kemampuan untuk menyeleksi arus informasi yang semakin deras, untuk kemudian dapat dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, (3) kemampuan untuk menghubung-kan  peristiwa satu dengan yang lain secara kreatif, (4) meningkatkan kemandirian peserta didik karena tingkat otonomi kehidupan pribadi dan keluarga semakin tinggi, dan (5) menekankan pembelajaran lebih pada learning how to learn ,  to Do, dan Life Together dari pada learning something.
Sebagai konsekuensi paradigma baru pendidikan kejuruan pada jalur sekolah, dan tuntutan pembaharuan pendidikannya, maka diperlukan guru-guru dengan kualifikasi dan ketrampilan baru yang dilengkapi pemilikan serifikat ketrampilan tertentu dari lembaga sertifikat nasional independent. Sebagai konsekuensi lebih lanjut, berarti pembaharuan pendidikan kejuruan tersebut menuntut adanya pembaharuan bagi lembaga pendidikan guru. Pembaharuan pada lembaga pendidikan guru diharapkan mampu menghasilkan lulusan (guru) sesuai dengan tuntutan kualifikasi masa  new economy  di mana masyarakat  senantiasa berubah dengan cepat.



Daftar Pustaka



Arcaro, Jerome S. ( 1995 ).  Quality In Educstion: An Implementation Handbook. Florida, Delray Beach: St. Lucie Press.

Beckr, Gary S. (1993). Human Capital: A Theoretical and Empirical Analysis With Special Reference to Education (Third Edition). Chicago: The University of Chicago Press.


Depdiknas. (2002). Penyelenggaraan School Reform Dalam Konteks MPMBS di SMU. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.


Dominggo, RT. (1997). Quality Means Survival. Singapore: Prentice Hall.


..................., Republik Indonesia: Biro Perencanaan Depdiknas, dan BAPPENAS.


Makmun, Abin S. (2000). Kumpulan Materi Seri Perencanaan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.


Mulyasa, E. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sallis, Edward. (1993).  Total Quality Management In Education. London: Kogan Page Ltd.

Spencer, Lyle M & Spencer, Signe M. (1993). Competence at Work, Models for Superior Performance. John Willey & Sons, Inc.


Sumarto. (2002). “Faktor-faktor Lingkungan Stratejik Dalam Pengembangan Perguruan Tinggi”. Disertasi. UPI Bandung (Tidak diterbitkan).


Tilaar, H.A.R. (2002). Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.


Yuniarsih, T. (1997). “Kontribusi Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Manajemen.





===================