Peran
Manajemen dan Organisasi Sekolah Kejuruan
Dalam
Pembentukan Sekolah berwawasan Global
Oleh .
Budi Sutrisno
Pendahuluan
Globalisasi merupakan proses di mana masyarakat dunia
menjadi semakin terhubung ( interconnected
) satu sama lain dalam berbagai aspek kehidupan. Sejalan dengan globalisasi
ini lahir new economy, yaitu ekonomi
berdasarkan ilmu pengetahuan (EBI),
seperti AFLA, AFTA, APEC dan berbagai Multinational
Corporation, serta Industri Sunset ( yang
dikembangkan oleh Indonesia dalam bentuk Pelayanan). Perkembangan new economy ini menuntut
perubahan-perubahan baik di dalam sistem manajemen dan organisasi maupun di
dalam tingkah laku para pelaku ekonomi. Ditunjang oleh teknologi informasi dan
komunikasi (TIK), maka lalu lintas new
economy menunjukkan wajah yang menuntut kualitas manusia tertentu di dalam
pelaksanaannya.
Kualitas manusia seperti apakah yang diperlukan untuk
dapat ikut serta di dalam mainstream new
economy tersebut ? Menurut Becker (1993:19) kualitas manusia tersebut
berkaitan dengan (1) kreativitas, (2) produktivitas, dan (3) kompetitif. Ketiga
kualitas manusia ini merupakan satu kesatuan, yang dapat diciptakan melalui
pergeseran sistem pendidikan terutama kejuruan menuju sistem pembinaan yang
mengerti dan dapat memanfaatkan TIK di dalam pengembangan peserta didik.
Sistem pembinaan dalam pendidikan kejuruan yang mengerti
dan dapat memanfaatkan TIK memerlukan generasi muda atau thenet-generation (n-gen)
dengan sikap yang berlainan dengan sikap generasi tua. Berbagai sikap n-gen berdasarkan penelitian Don
Tapscott (Tilaar, 2002:124-128) adalah (1) kecenderungan untuk berpikir bebas,
(2) keterbukaan emosional dan intelektual, (3) budaya inklusivisme, (4) kebebasan untuk menyatakan sesuatu, (5) budaya
inovasi, (6) budaya kematangan, (7) budaya untuk menyelidiki, (8) kekinian, (9)
kepekaan terhadap pengaruh interes
korporasi, dan (10) kebudayaan
otentik.
Budaya baru dari n-gen
ini merupakan suatu budaya global yang tidak terikat oleh pengaruh-pengaruh
atau kepentingan pihak lain. Informasi yang terbuka menyebabkan n-gen mempunyai akses untuk berpikir
bebas, membuka diri sehingga matang secara emosional dan intelektual. Budaya
generasi baru n-gen tentunya
memerlukan suatu sekolah kejuruan yang berwawasan global, di mana belajar dan
pembelajarannya berbeda, yaitu belum diterapkan pada generasi sebelumnya.
Sekolah kejuruan berwawasan global ini bertujuan untuk mempersiapkan tenaga
terdidik dan trampil pada kelas menengah dan profesional dengan meningkatkan
kompetensi individu dalam memahami masyarakatnya dalam kaitan dengan kehidupan
masyarakat dunia.
Beberapa Agenda Pengembangan
Sekolah Kejuruan
Pengembangan sekolah kejuruan memiliki arti yang sangat
luas, tidak hanya terbatas pada masalah manajemen dan organisasi, melainkan merupakan
proses yang berkelanjutan. Dalam hal ini, sekolah kejuruan diharapkan mampu
menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan pribadi peserta didik, dan
menjadi sebuah lembaga sosial yang organik, demokratik, serta inovatif.
Pengembangan sekolah kejuruan berwawasan global, diperlukan
adanya syarat dasar, yaitu sikap positif terhadap pembaharuan untuk semua
komponen dan adanya sumber daya yang diperlukan untuk pembaharuan, serta
pelaksanaannya mengacu pada tiga pilar sistem pendidikan yang baik. Tiga pilar sistem pendidikan yang baik tersebut berkaitan dengan (1) akses, (2) kualitas, dan (3) dukungan (World Bank, 2000)
Pengembangan sekolah pada gambar 1.a. di atas, berlaku untuk semua jenjang pendidikan
yang ada. Khusus bagi Pendidikan
Kejuruan yang bermutu total, Arcaro (1995:10 ) menyatakan adanya lima (5) pilar
utama sebagai penyangganya, tetapi dalam hal ini perlu dimodifikasi menjadi enam
(6) pilar dengan satu tambahan pilar Intensitas. Pilar itu meliputi: Fokus pada pelanggan ( Internal &
Eksternal ), yang berbasis pada misi dan visi; Keterlibatan Total dan
Pengukuran, yang berbasis pada keyakinan dan nilai-nilai; Komitmen yang
Konsisten, Perbaikan Berkelanjutan, dan Intensitas Organisasi, yang berbasis
pada Tujuan dan Sasaran serta Faktor Kritis Sukses.
Sebagaimana suatu bangunan, kekuatan
bangunan sekolah bermutu total, yang paling utama bukan pada kelengkapan pilarnya,
melalinkan pada fondasi yang menjadi
dasar. Dengan demikian membangun sekolah kejuruan bermutu total, harus diawali
dengan menanamkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya seperti: visi &
misi yang berorientasi pada kualitas, keyakinan dan nilai-nilia organisasi, dan
tujuan & sasaran serta faktor kritis keberhasilan.
Hubungannya dengan pengembangan sekolah, Mulyasa (2002:146-149) menekankan
prioritas yang perlu diperhatikan yaitu: (1) pengelolaan
sekolah, (2) pemberdayaan guru, (3) pembaharuan cara belajar, dan (4) penambahan dana pendidikan di tingkat sekolah.
1. Pengelolaan sekolah; di sini para pelaksana pendidikan bekerja sama dengan
sektor-sektor lain di masyarakat yang telah menjalankan usaha sesuai dengan
perkembangan TIK dan kebutuhan masyarakat. Pengelolaan sekolah harus (1)
menumbuhkan komitmen untuk mandiri, (2) mengutamakan kepuasaan pelanggan, (3)
menumbuhkan sikap responsif dan antisifatif terhadap kebutuhan, (4) menciptakan
lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (5) menumbuhkan budaya mutu di
lingkungan sekolah, (6) menumbuhkan harapan prestasi yang tinggi, (7)
menumbuhkan kemauan untuk berubah, (8) mengembangkan komunikasi yang baik, (9)
mewujudkan team work yang kompak,
cerdas, dan dinamis, (10) melaksanakan transparansi manajemen, (11) menetapkan
secara jelas serta mewujudkan visi dan misi sekolah, (12) melaksanakan
pengelolaan tenaga kependidikan secara efektif, (13) meningkatkan partisipasi
warga sekolah dan masyarakat, dan (14) menetapkan kerangka akuntabilitas yang
kuat (Depdiknas, 2002). Kaitannya dengan
pengembangan sekolah kejuruan yang berwawasan
global, penerapan Roda Implementasi Manajemen Mutu
Total mutlak diperlukan ( Arcaro, 1995: 72; Sallis, 1993:
130 ). Penerapan itu dilaksanakan secara
sistematis.
2. Pemberdayaan
guru dapat dilakukan melalui pengembangan karier yang
ditangani secara baik, berkesinambungan dan terpadu, serta memperbaiki sistem
penggajian yang lebih layak. Dalam pengembangan karier guru ada baiknya
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja.
3. Pembaharuan
cara belajar difokuskan untuk mewujudkan proses pembelajaran yang
efektif, dan menerapkan sistem evaluasi yang efektif dan melakukan perbaikan
secara berkelanjutan. Pembelajaran efektif ditandai oleh sifatnya yang
menekankan pada pemberdayaan peserta didik secara aktif. Evaluasi belajar
secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan
kemampuan (aspek kognitif) peserta
didik, tetapi yang terpenting adalah memanfaatkan hasilnya untuk memperbaiki
proses pembelajaran. Sedangkan pembaharuan cara belajar ini ada baiknya
memperhatikan konsep kompetensi individu.
4 . Penambahan dana pendidikan di tingkat sekolah bukan dilakukan dengan penambahan beban biaya yang harus dipikul peserta didik, tetapi ada baiknya digali dari lingkungan sekolah, masyarakat, dan pemerintah kota/kabupaten di mana sekolah tersebut berada, melalui dewan pendidikan maupun komite sekolah. Pemberdayaan lingkungan sekolah dapat diorientasikan pada pengintegrasian komponen kekuatan usaha yang berkolaborasi dengan dunia usaha di bidanag pertanian, perdagangan, industri, dan atau jasa perbankan, seperti Sertifikasi Internasional bagi lulusan SMK; Sekolah bertaraf Internasional; Praktek Industri bagi siswa; Pemagangan dan serapan lulusan; dan pembentukan sekolah outlet; yang mana bidang usaha ini merupakan bidang garap sekolah kejuruan yang bersangkutan. Dari usaha-usaha tersebut diharapkan sekolah menjadi komprehensif dan penambahan dana pendidikan ditingkat sekolah dapat diupayakan, di samping juga lebih kompetitif.
4 . Penambahan dana pendidikan di tingkat sekolah bukan dilakukan dengan penambahan beban biaya yang harus dipikul peserta didik, tetapi ada baiknya digali dari lingkungan sekolah, masyarakat, dan pemerintah kota/kabupaten di mana sekolah tersebut berada, melalui dewan pendidikan maupun komite sekolah. Pemberdayaan lingkungan sekolah dapat diorientasikan pada pengintegrasian komponen kekuatan usaha yang berkolaborasi dengan dunia usaha di bidanag pertanian, perdagangan, industri, dan atau jasa perbankan, seperti Sertifikasi Internasional bagi lulusan SMK; Sekolah bertaraf Internasional; Praktek Industri bagi siswa; Pemagangan dan serapan lulusan; dan pembentukan sekolah outlet; yang mana bidang usaha ini merupakan bidang garap sekolah kejuruan yang bersangkutan. Dari usaha-usaha tersebut diharapkan sekolah menjadi komprehensif dan penambahan dana pendidikan ditingkat sekolah dapat diupayakan, di samping juga lebih kompetitif.
Masyarakat
di lingkungan sekolah diberdayakan dengan menumbuhkan komitmen untuk membangun
kesepahaman dan saling pengertian dalam mengelola sekolah dengan memacu
motivasi dan kesadaran memajukan mutu sekolah. Dewan pendidikan berkoordinasi
dengan pemerintah kota/kabupaten melalui dinas pendidikan dan komisi E-DPRD
untuk penggalian tambahan dana pendidikan di tingkat sekolah. Sebagai
alternatif penggalian dana tersebut dapat diambilkan dari sebagian (1) pajak
penjualan, (2) pajak pendapatan, (3)
retribusi parkir, pedagang kaki lima, dan yang lainnya, dan (4) pajak-pajak
lain yang signifikan dapat dialokasikan. Wacana ini perlu pembicaraan lebih
lanjut dan dibutuhkan peraturan-peraturan yang mantap.
Perencanaan Pengembangan
Sekolah
Dalam menuju era globalisasi, sistem pendidikan kejuruan perlu
pengembangan dengan tekanan menciptakan sistem pendidikan yang komprehensif dan
fleksibel, tetapi berorientasi pada pelanggan. Hal ini diharapkan para
lulusannya dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global
demokratis. Untuk itu, pengembangan sekolah harus dirancang sedemikian rupa
memungkinkan para peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki secara
alami dan kreatif dalam suasana penuh kebebasan, kebersamaan dan tanggung
jawab.
Makmun (2000) secara umum menyebut langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam perencanaan
pengembangan sekolah adalah (1) merumuskan masalah (mengidentifikasi
masalah dan menganalisis kebutuhan), (2) merumuskan dan menganalisis tujuan,
(3) menentukan persyaratan untuk mencapai tujuan (mengembangkan alternatif
kegiatan), (4) mengidentifikasi faktor-faktor penunjang dan penghambat, (5)
memilih dan menentukan strategi yang akan dilaksanakan, (6) melaksanakan
strategi yang dipilih, termasuk manajemen dan kontrol terhadap strategi
tersebut, (7) menilai efektivitas pengembangan, dan (8) menyempurnakan
perencanaan.
Langkah-langkah perencanaan tersebut (Yuniarsih, 1997), dalam proses difusi pengembangan sekolah (Sumarto, 2002), perlu memperhatikan
juga pemetaan permasalahan sistem manajemen mutu dan lingkungan stratejik
sekolah. Khususnya menyangkut
penetapan Policy dan Strategi dalam komponen proses, untuk mewujudkan sekolah
kejuruan yang berwawasan global dapat diupayakan adanya: jaringan kerja sama atau
kemitraan yang bertaraf internasional (International Networking ) maupun
nasional antara lembaga sekolah kejuruan dengan beberapa perusahaan atau
lembaga pendidikan internasional/nasional. Untuk jaringan kemitraan
internasional, dapat diawali melalui kontak bantuan dengan Kedutan RI di negara
lain maupun lewat pengusaha eksporter dan atau importer di Indonesia. Tujuan
kemitraan ini antara lain :
a) memberi jaminan
kepada lulusan untuk dapat bekerja di DU/DI baik dalam maupun luar megeri,
b) diperoleh
masukan tentang karakteristik kompetensi terbaru yang dipersyaratkan oleh DU/DI,
dan
c) kemungkinan
terwujudnya tenaga ahli maupun mesin-mesin /peralatan industri terbaru yang
sangat bermanfaat bagi siswa maupun guru.
Selanjutnya, untuk komponen Inverionmental In-put yang
menyangkut Komponen Organisasi Profesi,
perlu diciptakan:
a) organisasi non-formal / formal Alumni,
yang kegiatannya tidak sekedar temu-kangen, melainkan pada upaya penjaringan kesempatan
produktif tentang kemungkinan adanya informasi yang berhubungan dengan upaya
kemajuan mutu sekolah mapun kesempatan kerja
serta kemungkinan adanya profil dan karakteristik lulusan sekolah
kejuruan yang dipersyatakan oleh DU/DI.
b) Organisasi antar guru dalam
bidang studi / ketrampilan tertentu, untuk melakukan pengembangan yang menerus
di bidangnya yang relevan dengan kebutuhan kemajuan ilmu & teknologi.
Mengenai Komponen
Dunia Kerja, harus diupayakan:
a) penggalangan
kemitran dengan DU/DI baik bertaraf
nasional maupun internasional,
b) terciptanya
pemilikan sertifikat kompetensi para lulusan dari lembaga DU/DI maupun dari
lembaga independen yang legal,
c) adanya Jaminan Serapan
lulusan oleh DU/DI, dan
d) penelusuran kompetensi
kerja terbaru dalam DU/DI guna menghilangkan atau paling tidak mengurangi
adanya kesenjangan antara sekolah dan
dunia kerja.
Model Sekolah Sebagai Mini Society
Model sekolah sebagai
mini society direpresentasikan oleh
watak para penggunanya, yaitu para pengelola sekolah. Dalam anatomi yang
disederhanakan, model sekolah sebagai mini
society dapat dikelompokkan dalam tiga level pokok sesuai fungsinya, yaitu
sebagai berikut :
“1) Level Kelas
(regulator) merefleksikan karakter pembelajaran di kelas, yang banyak
dipengaruhi oleh “aturan main” atau regulasi yang dianut dan diciptakan oleh
guru. Level ini mencakup suasana psikologis kelas yang nyaman, iklim
pembelajaran yang kondusif (menarik), motivasi dan gairah belajar peserta didik
yang tinggi.
2) Level Mediator (profesi) merupakan representasi dari
karakter-karakter profesional para pengelola sekolah, yaitu kepala sekolah,
guru, dan tenaga administratif sekolah. Level ini mencakup karakter
kepemimpinan kepala sekolah dan sifat-sifat individual pengelola sekolah,
seperti dedikasi, motivasi, kompetensi, kreativitas, dan kolaborasi.
3) Level Sekolah
(manajemen) merupakan representasi dari karakter kolektif warga sekolah
secara keseluruhan, atau iklim sekolah. Level ini banyak dipengaruhi oleh
kepemimpinan dan manajerial kepala sekolah. Level ini mencakup berbagai iklim
sekolah seperti budaya mutu, budaya progresif, demokratis, partisipasi warga,
aman dan tertib, kejelasan visi dan misi, serta caring and sharing”. (Depdiknas, 2002).
Karakter profesi
merupakan penentu masyarakat mini sekolah, yang menentukan karakter kedua level
lainnya. Dalam gambar di atas dicontohkan, jika suatu sekolah memiliki
guru-guru yang kolaboratif, maka mereka akan menciptakan suasana pembelajaran
di kelas yang menarik. Jika kepala sekolah, guru dan stafnya kolaboratif, maka
mereka akan menciptakan iklim sekolah yang demokratik. Demikian juga, jika
guru-gurunya berpikiran maju, maka ia akan menumbuhkan motivasi berkemajuan dan
menumbuhkan budaya maju (culture of
progress) di sekolah.
Proses pendidikan kejuruan
merupakan interaksi dari ketiga level tersebut. Karakteristik profesi- terutama
kepala sekolah dan guru adalah penggerak utamanya. Ia adalah main engine dari maju mundurnya
kehidupan sekolah, cepat-lambatnya putaran roda kehidupan sekolah,
mulus-kisruhnya perjalanan kehidupan sekolah, dan sampai-tidaknya sekolah
mencapai tujuannya.
Penutup
Kesadaran
bahwa pendidikan kejuruan harus senantiasa tanggap terhadap kemajuan, telah
mendorong para ahli dan pengambil keputusan di bidang pendidikan untuk terus
menerus mengadakan pembaharuan. Pembaharuan ini akan menuntut adanya paradigma
baru dalam dunia pendidikan, yaitu adanya pandangan holistik. Pandangan ini
berarti pendidikan akan menekankan pada pendekatan yang menyeluruh dan bersifat
global. Pandangan holistik ini akan menimbulkan dua pembaharuan di dalam dunia
pendidikan pada jalur sekolah, yaitu (1) bahwa pendidikan akan menekankan pada
peserta didik “berpikir secara global dan bertindak serta bersifat lokal, dan
(2) pembaharuan bermakna efisiensi, yaitu tidak semata-mata bermakna ekonomis,
tetapi meliputi pula keharmonisan dengan lingkungan, solidaritas dan kebaikan
untuk semuanya.
Berdasarkan paradigma baru tersebut,
maka tuntutan kualifikasi hasil pendidikan juga akan berubah. Pendidikan Kejuruan
dituntut untuk menekankan pengembangan kemampuan tertentu pada diri peserta
didik, yaitu antara lain :
(1) kemampuan
untuk mendekati permasalahan secara global dengan pendekatan multidisipliner, dan berorientasi
kepada ketrampilan kerja, (2) kemampuan untuk menyeleksi arus informasi yang
semakin deras, untuk kemudian dapat dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, (3)
kemampuan untuk menghubung-kan peristiwa
satu dengan yang lain secara kreatif, (4) meningkatkan kemandirian peserta
didik karena tingkat otonomi kehidupan pribadi dan keluarga semakin tinggi, dan
(5) menekankan pembelajaran lebih pada learning
how to learn , to Do, dan Life Together dari pada learning something.
Sebagai
konsekuensi paradigma baru pendidikan kejuruan pada jalur sekolah, dan tuntutan
pembaharuan pendidikannya, maka diperlukan guru-guru dengan kualifikasi dan ketrampilan
baru yang dilengkapi pemilikan serifikat ketrampilan tertentu dari lembaga
sertifikat nasional independent. Sebagai konsekuensi lebih lanjut, berarti
pembaharuan pendidikan kejuruan tersebut menuntut adanya pembaharuan bagi lembaga
pendidikan guru. Pembaharuan pada lembaga pendidikan guru diharapkan mampu
menghasilkan lulusan (guru) sesuai dengan tuntutan kualifikasi masa new
economy di mana masyarakat senantiasa berubah dengan cepat.
Daftar Pustaka
Arcaro,
Jerome S. ( 1995 ). Quality In Educstion: An Implementation Handbook. Florida,
Delray Beach: St.
Lucie Press.
Beckr, Gary S. (1993). Human Capital: A Theoretical and Empirical Analysis With Special
Reference to Education (Third Edition). Chicago: The University of Chicago
Press.
Depdiknas. (2002). Penyelenggaraan
School Reform Dalam Konteks MPMBS di SMU.
Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
Dominggo, RT. (1997). Quality
Means Survival. Singapore: Prentice Hall.
...................,
Republik Indonesia: Biro Perencanaan Depdiknas, dan BAPPENAS.
Makmun, Abin S. (2000). Kumpulan Materi Seri Perencanaan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Mulyasa,
E. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi:
Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sallis,
Edward. (1993). Total Quality Management In Education. London: Kogan Page Ltd.
Spencer, Lyle M & Spencer, Signe M. (1993). Competence at Work, Models for Superior
Performance. John Willey & Sons, Inc.
Sumarto. (2002). “Faktor-faktor Lingkungan Stratejik Dalam
Pengembangan Perguruan Tinggi”. Disertasi.
UPI Bandung (Tidak diterbitkan).
Tilaar, H.A.R. (2002). Membenahi
Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
Yuniarsih, T. (1997). “Kontribusi Kepemimpinan Kepala
Sekolah Terhadap Manajemen.
===================